fbpx

Table of Contents

Peringatan malam Nisfu Sya’ban dan mengkhususkan puasa pada hari tersebut, hingga saat ini masih membudaya di sebagian kaum muslimin. Padahal tidak ada satu pun dalil shahih yang dapat dijadikan sandaran.

Memang ada beberapa riwayat tentang malam Nisfu Sya’ban berasal dari sebagian salaf ahli Syam dan lainnya. Namun pendapat yang dianut jumhur (mayoritas) ulama’ bahwa peringatan malam Nisfu Sya’ban adalah bid’ah dan hadits-hadits yang berkenaan dengan keutamaannya semuanya dha’if, dan sebagian lagi maudhu’.

Hadits-hadits dha’if (lemah)hanya bisa diamalkan dalam ibadah jika asalnya didukung oleh dalil yang shahih. Adapun peringatan malam Nisfu Sya’ban tidak ada hadits shahih yang mendasari hadits-hadits yang dha’if, itu agar dapat dijadikan sebagai pendukungnya. Kaidah agung ini telah disebutkan oleh Imam Abul Abbas Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullaah .

Para ulama, telah sepakat bahwa wajib mengembalikan segala masalah yang diperselisihkan manusia kepada Kitab Allah (Al-Qur’an) dan sunnah Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam. Ibadah apa pun yang tidak disebutkan oleh keduanya adalah bid’ah, tidak boleh dikerjakan, apalagi mengajak untuk mengerjakannya atau memujinya.

Ulasan Mengenai Melaksanakan Malam Nisfu Sya’ban

Firman Allah Subhannahu wa Ta’ala ,

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu. Kemudian jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa’: 59)

“Tentang sesuatu apa pun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah. (Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itu Allah Tuhanku. Kepada-Nyalah aku bertawakkal dan kepada-Nyalah aku kembali.” (Asy-Syura: 10)

Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang semakna dengan ini. Itu semua merupakan nash yang mewajibkan agar masalah-masalah yang diperselisihkan tersebut dikembalikan kepada Al-Qur’an dan hadits.

“Pada hari ini tlah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukup-kan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu sebagai agama bagimu.” (Al-Ma’idah: 3)

Dan ayat-ayat lain serta hadits-hadits yang senada maknanya, seperti sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam ,
“Barangsiapa mengerjakan sesuatu perbuatan yang tidak kami perintahkan, maka (perbuatan) itu tertolak”.
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam melarang pengkhususan shalat pada malam Jum’at daripada malam lainnya, hal itu menunjukkan bahwa pada malam lain lebih tidak boleh dikhususkan dengan ibadah tertentu, kecuali jika ada dalil shahih yang menunjukkan pengkhususan, seperti malam Lailatul Qadar dan malam-malam Bulan Ramadhan.

Andaikata malam Nisfu Sya’ban diperintahkan untuk dikhususkan dengan cara atau ibadah tertentu, pastilah Nabi Shalallaahu alaihi wasalam memberikan petunjuk kepada umatnya atau beliau sendiri mengerjakannya. Dan jika hal itu memang pernah terjadi, niscaya telah disampaikan oleh para sahabat kepada kita, mereka tidak akan menyembunyi-kannya, karena mereka adalah sebaik-baik manusia dan yang paling tulus setelah para nabi.

Malam Nisfu Sya’ban Sebagai Budaya Positif

Dalil Ilahi maupun dalil yang bersumber dari hadits-hadits shohih tidak satupun yang menyatakan pengkhususan malam Nisfu Sya’ban sebagai bentuk ibadah. Sehingga buat kita janganlah ini menjadikan suatu bentuk syariat.

Masyarakat Muslim dari masa ke masa melaksanakan Nisfu Sya’ban sebagai bagian dari budaya masyarakat untuk dapat bersilaturahim pada pada moment khusus ini. Intinya adalah mempersiapkan diri secara kejiwaan menghadapi bulan Ramadhan yang penuh barokah.

Secara positif malam Nisfu Sya’ban ini mempererat tali silaturahim di antara masyarakat Muslim. Saling berkumpul, bersilaturahmi, membaca Al-qur’an, juga disertai ceramah agama, saling bersalam-salaman memohon maaf atas masing-masing kesalahannya.

Kepada Allah jualah kita memohon, semoga melimpahkan taufik-Nya kepada kita dan kaum muslimin semua untuk berpegang teguh dengan sunnah dan menetapinya, serta mewaspadai hal-hal yang bertentangan dengannya. Sungguh, Dia Maha Mulia dan Maha Pemberi. Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan kepada hamba dan rasul-Nya, Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam , kepada keluarga dan para sahabatnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *